Banyak orang berpendapat, kehadiran perasaan cemburu dalam diri seseorang terhadap pasangan merupakan bukti cinta kepada pasangan. Benarkah?
Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita simak kasus di bawah ini.
”Ibu, saya benar-benar bingung dan jengkel sekali dengan sifat suami yang sangat pencemburu. Awalnya saya merasa berbahagia karena kecemburuan suami membuat saya yakin dia sangat mencintai saya, dia takut kehilangan saya.
Saat ini, setelah sekitar dua tahun kami menikah, saya justru merasa tertekan oleh kecemburuannya yang menjadi-jadi. Saya merasa terkekang, tidak bebas bergerak, bahkan dalam bekerja pun seolah seperti dikejar-kejar waktu. Mengapa? Karena dia akan sangat marah bila saya terlambat pulang ke rumah. Padahal, seperti Ibu ketahui, kemacetan lalu lintas sering tidak terduga, belum lagi karena posisi saya di bank cukup tinggi, sering harus menghadiri rapat mendadak yang diadakan atasan.
Belum sampai saya masuk rumah, dia sudah menghadang di muka pintu dan bertanya kenapa saya terlambat. Kalau saya mengatakan alasan apa pun, tidak pernah dia terima dengan baik. Bahkan, sering pertanyaannya diikuti cacian yang tidak dapat diterima akal sehat.
Dia dengan mudah mengungkap kata-kata kotor: tidak puas ya di rumah; cari kepuasan lain ya di luar rumah; dasar pelacur; tukang bohong; dan bahkan sering diikuti makian berisi nama-nama binatang secara beruntun.
Saya benar-benar jengkel dan terkadang tidak dapat menahan emosi sehingga dia saya pukul. Apa lacur, karena dia laki-laki dengan tenaga lebih kuat, dia akan memukul balik hingga terkadang tubuh saya memar-memar. Dia baru berhenti memukuli saya kalau saya minta ampun dan berjanji tidak akan terlambat pulang dari kantor.
Saat kami pergi bersama, bila saya bertemu teman lain jenis, apakah mantan teman sekolah atau teman kantor, saya dilarang menegur lebih dulu. Dan, kalaupun menjawab tegur sapa dengan ramah, sampai di rumah saya akan mendapat interogasi dan bahkan tuduhan saya pernah menjalin asmara dengan teman lain jenis tersebut.
Kejadian itu membuat saya meragukan cemburu pertanda cinta. Kalau cinta, mengapa memaki, menghina, melecehkan, bahkan memukuli. Kalau memang dia mencintai dan tidak mau kehilangan saya, seharusnya dia memperlakukan saya dengan baik, penuh kasih dan lembut, ya Bu.
Yang lebih menyakitkan, setelah memaki dan bahkan memukuli saya, dia akan memaksa saya melayani kebutuhan seksualnya. Saya ingin sekali menggugat cerai, Bu, tetapi saya tidak berani. Apa yang harus saya lakukan, Bu?” Demikian Ny S (30) dengan nada jengkel dan kesal sambil pelupuk matanya dipenuhi air mata.
Cemburu buta
Di samping istilah dan pemahaman tentang cinta buta, demikian pula dengan cemburu buta. Artinya, orang yang dilanda cemburu buta adalah orang yang perasaan cemburunya berlebihan, bahkan ekstrem. Rasa takut kehilangan sedemikian besarnya sehingga ketakutan ini justru memicu meluapnya dorongan agresi mereka.
Luapan dorongan agresi itu diungkap baik secara verbal dalam bentuk makian, cercaan, dan lecehan maupun secara nonverbal dalam bentuk pukulan dan tamparan yang menyebabkan memar.
Biasanya, perilaku agresi baik verbal maupun nonverbal diungkap dengan maksud agar istri kapok dan tidak terlambat pulang dari kantor, misalnya.
Cara mengungkap rasa cemburu tersebut justru terkesan meragukan dasar cinta kasih yang seyogianya melandasi sikap cemburu. Muncullah ungkapan Ny S, ”Kalau memang dia mencintai, kenapa sikapnya kejam seperti itu?”
Pencemburu buta pada dasarnya memiliki karakteristik kepribadian spesifik yang membuka peluang berkembangnya tingkat kecemburuan. Karakteristik itu, antara lain, adalah kurang percaya diri, tidak yakin akan cinta kasih dan kesetiaan pasangan, serta memiliki kecenderungan posesif sehingga apa pun yang dirasakan menjadi miliknya akan dipertahankan dengan segala cara. Istri pun ditempatkan dalam posisi sebagai milik mereka pribadi. Jadi, fokus perhatian dan penghayatan istri harus ditujukan hanya kepada dirinya seorang.
Apabila pencemburu buta melihat istri menegur kawan jenis lain, apalagi sambil tersenyum, dapat dipastikan mereka akan meradang.
Permasalahan lain, sering mereka kurang berhasil secara ekonomi sehingga terpaksa melepas istri bekerja membantu ekonomi keluarga. Jika kemudian istri lebih tinggi karier dan penghasilannya, kemungkinan kekejaman perlakuan sebagai manifestasi kecemburuan bisa lebih serius, bahkan mungkin saja fatal.
Cemburu romantis berbeda dari cemburu buta. Dalam cemburu romatis unsur kasih lebih dominan daripada unsur agresif yang terkait dengan sikap posesif. Kalaupun terdapat sedikit kecurigaan terhadap pasangan, kadar ungkapan agresi sangat minim, sekadar mengingatkan komitmen pasangan akan perkawinan.
Karakter ungkapnya pun mengandung unsur kasih yang tulus dari pasangan yang memiliki kemantapan dan stabilitas emosi optimal. Biasanya kecemburuan romantis justru meningkatkan kadar kemesraan pasangan. Dengan dasar kemantapan kepribadian kedua pasangan, keyakinan akan kasih antarkedua pasangan pun mantap pula.
Solusi
Tergesa-gesa memutuskan gugat cerai bukanlah solusi bijaksana. Kiranya dapat dicari waktu yang tenang guna mendiskusikan masalah kepercayaan dan kesetiaan antarpasangan.
1. Mendiskusikan iklim relasi yang terjalin antara S dan Ny S.
2. Menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing dengan jiwa besar.
3. Bersama mencari jalan keluar dengan berkonsultasi ke ahli dengan profesi yang relevan dan kompeten.
4. Mematuhi saran konstruktif dari ahli tersebut.
Dengan demikian, mudah-mudahan terbuka jalan terbaik bagi penyelesaian masalah cemburu buta tersebut bagi keluarga S.
sumber : kompas cetak
0 komentar:
Posting Komentar